Kamis, 06 Oktober 2011

Jangan Pernah Menduga!

WANITA RACUN DUNIA.
Bah! Salah besar! Siapa sih orang yang membuat omong kosong itu? Pasti lelaki, dasar lelaki menyebalkan! Harusnya yang jadi objek omong kosong itu adalah lelaki, karena lelak itu racun dunia yang menyebalkan. Titik. Setidaknya itulah yang ku alami.
Sumpah! Aku punya anggapan itu bukan karena aku selalu diselingkuhin sama semua mantan pacarku, bukan! Tapi masalah yang aku alami lebih parah dan lebih menyakitkan daripada diselingkuhi. (Masa?)
Well! Setidaknya saat aku mendapati hatiku hancur berkeing- keping ketika ku pergoki pacarku sedang berselingkuh, aku masih punya dua sahabat gila yang selalu menghiburku dan selalu menyemangatiku dengan kata- kata, “Ayo bangkit, Sa! Dunia masih menunggumu meski sekarang kamu sudah putus sama….” (Silahkan kalian isi dengan salah satu nama dari ketujuh mantanku yang menyebalkan!)
Kami. Aku, Yessi, Leni. Sudah menjalin persahabatan dari kelas satu SMP sampai sekarang ini, sampai kami kuliah tingkat dua di salah satu Universitas keren di kota kelahiran kami tentunya. Dengan usia persahabatan yang hampir menginjak ke- delapan tahun, kami sudah serasa jadi anak kembar tiga.
Tahun- tahun kami lalui dengan penuh perjuangan. Saat bahagia, sedih, kesal, kecewa, patah hati, bokek, marah, dikucilkan. Kami selalu berhasil melaluinya bersama- sama. Tak bisa ku bayangkan kalau takdirku mengatakan aku tak bertemu mereka, mungkin aku akn tumbuh menjadi wanita cupu yang selalu duduk di kursi belakang di pojok kelas. Ughh…. menyedihkan!
Tapi semua keindahan dan keakraban kami berhasil dijungkir  balikan oleh seorang makhluk yang menyebalkan. Hebat sekali kan dia? Aku pasti akan bertepuk tangan kagum kalau saja aku bukan korban keisengannya.
Ya, orang hebat itu memang seorang lelaki. Dan sumpah mati aku sangat membencinya. Meski setiap waktu aku selalu mengutuk betapa jelek wajahnya, atau betapa bau keteknya, bahkan betapa nista hidupnya. Tapi ternyata rasa benciku lebih besar daripada itu semua.
Fakta yang membuat lelaki menyebalkan itu jadi semakin hebat, ternyata dia seorang lelaki tampan yang kaya raya. Dia anak dari Ketua Rektor kampusku dan anak dari seorang pengusaha restoran sunda yang sukses, sangat sukses, sukses sekali.
Ckckck.
Sekarang tinggallah aku yang selalu meratap dan menangis tersedu- sedu di atas tempat tidur setiap waktu. Aku yang telah ditinggalkan duniaku dan dicampakkan oleh kedua sahabat terbaikku. Oh, anak tunggal yang menyedihkan!
Rizky  Purnama.
Makhluk yang punya nama itulah yang mampu membuatku jadi wanita kerdil yang menyedihkan dan sangat pantas dikasihani di dunia ini. Sialan! Pokoknya aku bersumpah, semoga dia dan kehidupannya lenyap dari kehidupanku untuk selama- lamanya. Harus berapa kali sih aku bersumpah kalau aku itu sangat membencinya?
Aku sangat yakin bahwa kejadian naas yang menimpaku kini berawal dari sini….


Saat itu aku masih tingkat dua awal dan masih aktif di Organisasi Hima (Himpunan Mahasiswa). Aku sedang membawa proposal kegiatan Inagurasi dan sedang berjalan terburu- buru ke kantor BEM ketika tali sepatu kets-ku terlepas dan aku tanpa sengaja menginjaknya.
Alhasil, tubuhku limbung dan sebentar lagi aku akan jatuh tersungkur. Sebelum semuanya terjadi, pipiku sudah bersemu merah duluan karena malu. Karena aku menyadari, aku kini sedang berada di pinggir lapangan basket yang sedang mengadakan kejuaraan. Bisa dibayangkan betapa banyaknya orang disekelilingku saat ini? Dan aku harus jatuh disini? Oh no! Aku lebih baik mati kebosanan membaca verjudul- judul buku tebal di perpustakaan.
Untunglah, sebelum semuanya terjadi, Rizky datang menolongku. Dengan sidap, dia meraih tubuhku yang limbung dan kembali membuatnya berdiri tegak.Selamet! Selamet! Aku mengelus dada.
“Terima kasih,” ucapku, lalu aku kembali berjalan.
“Mau kemana sih? Buru- buru amat. Kamu tadi hampir jadi bahan tertawaan kalau saja kamu benar- benar jatuh,” kata Rizky sambil berusaha mensejajari langkahku yang sudah terayun lagi.
Thanks, Ky. Untung kamu datang tepat waktu,” ucapku tulus.
“Eits, bantuanku tidak gratis lho.”
“Maksudnya?” aku menghentikan langkahku, begitu juga dengan Rizky.
“Ngobrol disana yuk! Ada sesuatu yang penting yang mesti aku obrolkan dengan kamu,” dengan dagunya, Rizky menunjuk ke bawah pohon jambu air yang rindang.
“Ok, tapi nanti ya. Sekarang aku harus ke Ruang BEM, nih ngasihin proposal.”
Lalu aku kembali berjalan dan Rizky juga mengikutiku.
“Mau ke Kak Gumilar ya?” tebak Rizky.
Aku mengangguk tanpa menoleh ke arah Rizky.
“Dia lagi ada kelas, percaya deh sama aku! Tadi aku lihat dia masih di kelas waktu aku baru aja beres mata kuliah.”
“Ya sia- sia dong langkah seribuku,” kataku sambil berhenti berjalan.
“Makanya agar langkah seribu kamu bermanfaat, mending kamu bantu aku saja!”
“Apa?” tanyaku penasaran.
“Kesana yuk! Ceritaku panjang lebar,” ajak Rizky.
“Baiklah,” kataku mengiyakan.
Lalu kami berdua menuju tempat di bawah pohon jambu air yang tadi ditunjuk dagu Rizky, tempat ini lumayan jauh dari keramaian.
“Apa?” tanyaku setelah pantatku benar- benar menyentuh tanah.
“Comblangin aku dengan Leni dong! Aku suka sama dia sudah lama nih. Eh, dia masih jomblo kan?”
Aku tersenyum bahagia mendengar pengakuan Rizky barusan. Yap! Aku mendukung seratus persen kalau Rizky nanti jadian sama Leni.
Siapa yang tak bahagia coba, kalu teman dekatnya ditaksir oleh anak Ketua Rektor yang tampan ini. Leni pasti akan meloncat- loncat kegirangan begitu ku beri tahu berita mengejutkan ini. Dan benar saja, ai tak hanya melompat- lompat, tapi sambil memukul- mukul kecil seluruh tubuhku saking gembiranya.
Oh, aku hampir lupa. Sudah setahun ini, kami bertiga memang menyandang status jomblo. Dasar anak kembar, nasibnya tak akan jauh berbeda. Betul kan?
Tapi setelah tahu kalau Rizky naksir Leni, aku dan Yessi berubah status jadi Mak Comblang yang baik. Tapi karena Rizky dan Yessi tetanggaan, Rizky lebih banyak minta bantuan dan curhat ke Yessi. Tak apa- apa, toh aku masih tak akan ketinggalan cerita.
Ketika masa PDKT sudah menginjak hari ke sebelas, Yessi malah pergi ke Bogor untuk menjenguk neneknya yang sakit. Dia di Bogor selama tiga hari. Dan dari sinilah aku mulai membenci RIZKY PURNAMA.
Entah karena hubungan Rizky- Leni sudah semakin dekat atau karena masa PDKT-nya sudah lumayan lama, Rizky mulai mengurangi meminta bantuanku.(Yessi tentu saja tidak menyadarinya karena ia masih di Bogor) pokoya Rizky sekarang lebih memilih melakukan sekehendak hatinya tanpa minta saranku atau memberi tahuku kalau mau jalan bareng denag Leni. Ok, itu masih bukan apa- apa karena masalah sebenarnya bukan itu.
Aku ingat saat itu aku dan Leni sedang duduk di Kedai Mie Bakso ketika Rizky datang menghampiri. Dan tentu saja, aksi PDKT-nya mulai beraksi lagi.
Dia ikut- ikutan memesan Bakso dan mulai ngobrol ngalor- ngidul tanpa melihat wajahku sama sekali. Dia hanya melihat wajah Leni, dan tentu saja ia hanya ngobrol dengan Leni seorang.
Aku sangat marah. Bukan marah karena cemburu melihat kedekatan meraka, tapi aku marah karena berani- beraninya mereka menjdaikanku kambing congek setelah aku sangat berjasa mencomblangkan mereka. Keterlaluan!
Hallo! I’m Here! Aku sedang disini dan sedang mendengarkan kalian bertukar cerita dengan serunya. Dan saking serunya kalian melupakan aku. Sit!
Aku melipat tangan di dada dan mengerucutkan bibirku saking marahnya, tapi mereka sama sekali tak menyadarinya. Dan sepertinya mereka benar- benar tak peduli sedikitpun.
Ok, aku mengerti kalu mereka ini sedang PDKT. Tapi jangan gini dong! Emangnya dunia Cuma milik kalian berdua apa? Hingga kalian asyik sendiri tanpa pedulikan sekeliling. Parah! Mash PDKT aku sudah dicuekim begini, gimana nanti kalau sudah pacaran?
Statusku sebagai Mak Comblang, kini berubah permanen dengan elar KAMBING CONGEK SEJATI. Menyedihkan! Aku diperlakukan seperti ini selama tiga hari berturut- turut. Tapi ku pedam saja marah dan kesalku dalam hati.
Sampai suatu saat di sore hari, ketika kami bertiga (Leni tidak ikut karena masih ada mata kuliah) akan pergi menonton film di bioskop, sengaja aku mendahului langkah mereka, lalu aku masuk mobil duluan dan duduk di sebelah jok pengemudi. (biasanya aku duduk di jok belakang dan jadi kambing congek. Tapi kali ini OGAH!)
Lalu Rizky dan Leni tiba di sisi mobil. Ketika Rizky membuka pintu mobil untuk Leni, dia terkejut setengah mati karena di jok di samping pengemudi( yang tadinya buat Leni) sudah aku duduki.
Dengan halus Rizky berkata,” Maaf Sa, bukannya tidak sopan. Tapi ini buat duduknya Leni. Kamu duduk di belakang saja ya!”
Darahku sudah mendidih di ubun- ubun kepala. Aku yang daritadi sudah uring- uringan gara- gara gejala PMS, kini semakin menjadi- jadi tingkat kemarahan yang mendidih di kepalaku. Wajahku sudah merah padam dibuatnya. Aku hanya perlu waktu untuk meledakan amarahku. Jika Rizky berusaha keras menyuruhku didik di jok belakang, itulah saat yang tepat untuk meledak.
 “Tak apa- apa kok, Ky. Aku duduk disini saja,” kata Leno yang ternyata sudah nangkring di jok belakang.
“Tapi kan Len…..” suara Rizky menggantung, menandakan dia sangat keberatan sekali.
“Jadi lo mau gue duduk di belakang?” aku mendorong tubuh Rizky tiba- tiba.
Sumpah! Aku merasa sangat marah saat ini.
“Heh Rizky! Emang lo itu siapa, berani nyusur- nyuruh gue, hah! Terserah gue dong mau duduk di belakang kek, di depan kek, mau di atap juga itu hak gue. Ngerti lo!
Dan satu hal lagi! Gue muak jadi kambing congek. Emang gue tahan apa jadi kambing congek kalian setiap hari, hah? Ya, kalau kalian lagi jalan berdua, kalian bisa merasa dunia ini hanya milik kalian. Tapi please dong, kalau lagi jalan sama gue jangan buat gue serasa hilang dri muka bumi. Bisa gak sih?
 Inget! Gue itu salah satu orang yang berjasa membuat hubungan kalian jadi deket. Tapi lihat apa balasannya? Gue dijadikan kambing congek sama kalian. Dasar hah, gak tahu rasa terima kasih banget sih!” aku merasakan dadaku naik turun.
Ku lihat  Leni dan Rizky jadi membeku, mungkin mereka tidak menyangka aku akan semarah ini gara- gara ulahnya sendiri.
“Dasar, baru PDKT saja kalian sudah berani ngejadiin aku kambing congek, apalagi nanti kalau kalian sudah jadian. Mau jadikan aku mumi? Ih, sorry!” ledekku.
“Minggir lo!” aku mendorong tubuh Rizky agar benar- benar menjauh dari pintu obil disebelahku.
Dan untungnya saja dia mau aku dorong gitu saja tanpa komentar sedikit pun. Lalu aku berlari menjauhi mereka. Berlari sejauh mungkin dari mereka.


Ok, semenjak kejadian itu aku mulai menarik diri apabila aku, Leni dan Yessi sudah membicarakan Rizky. Sumpah mati, aku sangat muak mendengarnya. Aku memang sudah memaafkan Yessi, karena saat itu juga Yessi berlari mengejarku. Lalu ia memelukku dari belakang sambil menangis dan mengucapkan beribu- ribu maaf. Tahu apa yang ku lakukan saat itu? Aku menepis tangan Leni dari tubuhku hingga pelukannya terlepas, lalu aku menghentikan taksi dan memasukinya tanpa berkata sepatah kata pun. Keren kan! Tapi malamnya aku memaafkannya juga.
Tapi imbas dari kejadian itu, aku benar- benar memusuhi Rizky. Pokoknya aku tidak mau melihatnya, tidak mau berlawanan arah dengannya, tidak mau ikut dengannya dn tak pernah nimbrung kalau kedua temanku sedang membicarakannya. Dan hal yang membuatku semakin membencinya, setelah kejadian itu ia tidak pernah berusaha meminta maaf padaku. Ok, mungkin aku tak punya kedudukan di hatinya, bahkan sebagai orang yang pernah berjasa dalam hidupnya. Dan untungnya, aku sudah benar- benar tak peduli lagi padanya.


Ternyata Rizky Purnama itu benar- benar tak punya malu. Delapan hari setelah kejadian itu, tiba- tiba dia bertamu ke rumahku pada jam setengah delapan malam. Sialnya, malam itu tepat malam minggu.
Kalau saja bukan aku yang membuka pintu, aku pasti tak akan pernah mau menemuinya. Kepalang basah, kami sudah bertatap muka.
“Masuk!” kataku.
Lalu aku ngeloyor masuk duluan ke ruang tamu. Lalu aku duduk dan menyilangkan tangan di dada, menunggu si tamu tak punya malu itu duduk di depanku. Ok, sebagai tuan rumah, aku ingin memberikan kesan yang baik bahkan oleh seseorang yang aku anggap musuh (masa?) sekalipun.
“Biiii, ambilkan minum dong! Ada tamu tak diundang niiihhh!” teriakku lantang.
Lalu tatapanku terkunci rapat pada sosok Rizky yang sekarang sedang duduk dengan canggungnya di depanku.
“Ada apa?’ tanyaku tanpa tedeng aling- aling.
“Aku mau minta maaf, Sa,” katanya sambil menunduk.
“Terus, ada apa lagi?”
“Emmhhh….” Rizky terlihat gusar.
Aku tersenyum kecut.
“Kalau sudah tidak ada apa- apa lagi, sebaiknya kamu pulang saja karena di rumah ini tidak jualan MAAF, dan kalaupun ada aku tak akan membaginya denganmu. Ngerti!”
Rizky terlihat sangat salah tingkah. Mungkin kedatangan Bi Suti sedikit menyelamatkannya dari kecanggungan. Setelah Bi Suti tak ada, Rizky lalu meminum the di hadapannya, kelihatan sekali kalau ia sedang gugup.
“Kamu juga boleh menghabiskan minumanku kalau kamu memang benar- benar haus,” kataku ketus.
Rizky lalu menyimpan cangkir tehnya dengan tangan sedikit bergetar. Lalu Rizky menatapku. Sebenarnya aku sangat risih dengan tatapannya, tapi aku tak boleh kalah. Ku tatap balik matanya sampai Rizky menunduk. Yes! Aku menang.
“Terima kasih, Sa. Tapi aku masih punya sesuatu yang mesti aku ucapkan padamu malam ini.”
Aku menunggu dalam diam, menunggu kalimat selanjutnya dari mulut Rizky.
“Aku tahu kamu sekarang sedang marah padaku. Aku minta maaf banget kalau perlakuanku dan Leni saat itu sangat menyinggungmu. Istilahnya ya… aku tak tahu balas budi lah, kamu sudah bantuin aku, eh.. akunya malah nyuekin kamu,” Rizky mengambil nafas berat.
Sedari tadi aku memang sudah mengunci pandanganku pada Rizky, jadi aku tahu setiap gerak- geriknya dan setiap perubahan emosi dalam nada bicaranya.
“Aku baru sadar sesuatu Sa, saat kamu marah besar padaku saat itu. Sejak saat itu aku terus memikirkan apakah sesuatu itu benar- benar nyata dan mengalahkan yang pernah terjadi.”
“Sesuatu apaan sih? To the point saja deh, kalau sedang marah aku memang selalu lemot.”
“Baiklah, Sa. Ternyata selama ini bukan Leni yang aku suka. Ternyata ada seorang gadis enerjik penuh pesona yang mampu mencuri hatiku.”
Darahku bergolak mendengar pengakuan Rizky barusan. Berani- beraninya ia bicara begitu di hadapanku. Bicara yang secara tidak langsung merencanakan akan menyakiti hati Leni. Sialan!
“Percayalah, Sa! Gadis ini gadis terbaik dari semua gadis yang pernah aku kenal. Dia sangat unik dan mampu menyuarakan isi hatinya bila tidak berkenan, dan aku menyukai gais seperti ini. Pokoknya hatiku hanya untuknya seorang, Sa.”
Bah! Apa peduliku? Yang ku pedulikan sebentar lagi kau akan menyakiti Leni, Bajingan! Padahalkan kamu tahu sendiri, Leni itu sangat mencintaimu, kenapa ia kamu sia- siakan hah! Dasar lelaki syaraf! SYARAF!
“Memangnya siapa sih gadis itu? Malang sekali dia,” makiku.
“Gadis pemberontak yang mampu memporak- porandakan hatiku, Sa.”
“Jangan keluarkan gombalanmu disini deh, gatal nih kuping dengarnya juga. Siapa sih dia?”
“Kamu, Sa. Aku menyukaimu sejak saat kamu marah tempo itu. Dan setelah ku pikir- pikir, ternyata aku juga sangat mencintaimu.”
“KELUAR KAU DARI RUMAH INI!!”
Aku berteriak sekaras mungkin dan tanganku sudah menunjuk ke arah pintu keluar. Aku merasakan mataku berasa hendak copot saking bulatnya mataku melotot. Dan dadaku meledak- ledak, serasa hendak pecah. Napasku tersengal- sengal menahan emosiku yang membludak.
Rizky kabur dari rumahku setelah ia mengatakan, “ Terima kasih, sa. Kamu sudah mengizinkanku untuk mengatakan semua ini. Meski rasanya berat, setidaknya aku sudah terus terang padamu. Besok juga aku akan mengakuinya di depan Leni dan Yessi.”
Hah! Tubuhku terhempas di kursi, lalu ku remas- remas rambutku dengan gusar. Arir mataku tumpah ruah di atas pipi. Darahku masih mendidih dan berhasil membuat telingaku benar- benar matang. Lalu ku rasakan kepalaku serasa dihantam palu, remuk, sakit. Beberapa detik kemudian, aku sudah tak sadarkan diri.


Esok harinya aku sudah merasakan hari ini akan menjadi hari terburuk dalam sejarah hidupku. Benar saja, ketika aku sedang berjalan menuju fakultas ekonomi, seseorang memanggilku dari belakang.
“TESA KIRANA!!”
Aku menghentikan langkahku dan ku dengar suara langkah kaki orang itu berlari ke arahku. Aku menoleh. Dan…
PLAK!
“Cewek sialan! Jadi lo mau rebut Rizky dari gue? Dasar pagar makan tanaman. Gue gak sudi punya temen macam elo.’
Aku masih belum sepenuhnya sadar ketika wanita yang memakiku yang ternyata adalah Leni pergi meninggalkanku sambil terisak.
Hatiku benar- benar hancur berkeping- keping. Ternyata firasatku benar, hari ini memang hari terburuk dalam sejarah hidupku. Dan aku tak bisa membayangkan lagi betapa buruknya hari ini ketika ku lihat Yessi menghampiriku dengan mimik muka yang membuat hatiku hancur lebur sebelum aku mendengar suaranya sekalipun.
”Tadi Rizky sudah menceritakn semuanya,” kata Yessi blak- blakan.
“Aku tidak menyangka kalau kamu ternyata selicik itu. Kamu tega ya, sahabat sendiri saja kamu tusuk dari belakang. Jadi kamu manfaatin banget ya waktu kamu jadi Mak Comblang?” Yessi mencak- mencak di hadapanku.
“Jangan salahkan aku Yess,! Kamu harusnya menyalahkan Rizky! Dia biang keladi dari semua ini. Hiks… hiks…”
“Alah… munafik! Pokoknya mulai saat ini kamu jangan dekati aku dan Leni! Karena kita tidak mau punya teman tukang tusuk dari belakang. Karena meski sekarang orang itu kelihatan baik, suatu saat nanti pasti kami akan ditusuk juga. So’ buat apa kami menunggu saat itu kalau kami masih bisa menghindari orangnya?” cibir Yessi pedas.
Lalu Yessi meninggalkanku yang sedang mematung kaku sambil bercucuran air mata. Yessi benar- benar meninggalkanku sampai delapan bulan berikutnya, tepatnya sampai saat ini. Leni, boro- boro dia mau bertegur sapa atau bertukar senyum denganku, melihatku saja sepertinya dia ogaaaahhh sekali.
Sepi, hampa, dikucilkan dan terpuruk. Itulah sebagian kecil keadaan yang mampu mendeskripsikan hidupku saat ini. Aku benar- benar merasa menjadi orang kerdil yang sangat bau dan selalu dijauhi orang- orang.
Kini aku tak punya teman seorang pun. Dan sepertinya orang- orang juga enggan bertemna denganku. Kemana- mana aku selalu sendiri dan selalu menyendiri. Apa salahku sih sehingga aku harus dapat perlakuan menyakitkan seperti ini? Oh Rizky, kamu memang pantas aku benci!
Sejak saat itu, sejak aku benar- benar dicampakan oleh kedua sahabatku, aku mulai menarik diri dari pergaulan. Aku keluar dari Hima, aku jarang kuliah, aku jarang melakukan aktifitas apapun kecuali tidur, makan dan menangis.
Sejak saat itu, kami mulai pecah jadi tiga kubu. Kubu tersangka, kubu korban dan kubu orang menyedihkan. Aku tentu saja masuk ke kubu orang menyedihkan. Kubu tersangka( Rizky) dan kubu korban( Leni dan Yessi) kelihatannya juga tak pernah lagi bertukar sapa, suatu sikap yang kedua kubu itu terapkan padaku.
Terakhir ku dengar Leni sudah punya pacar seorang anggota PLN. Sedangkan Yessi, dia katanya sudah resmi jadian dengan Kak Gumilar minggu kemarin. Rizky? Amit- amit, aku sama sekali tak ingin tahu kabarnya.
Setelah delapan bulan ku lewati dengan kesendirian, akhirnya aku berhasil juga mempertahankan kuliahku sampai tingkat tiga di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Galuh Ciamis. Ternyata aku mampu juga melalui hari- hariku sebagai alien.
Tanpa hujan, tanpa angin, hari ini aku dapat sms dari Rizky.
Sa, kita perlu bicara. Aku sudah tak tahan merasa tertekan seperti ini, kita harus menyelesaikan masalah ini samapai tuntas. Sa, besok aku tunggu kamu di Taman Raflesia jam delapan pagi. Please Sa, kamu datang ya!
Setelah selesai membaca SMS, aku membanting hp-ku ke atas kasur. Tiba- tiba amarahku meledak lagi dan rasa kesal mulai menjalari seluruh permukaan kulitku. Masih dengan amarahyang bersemayam dalam hati, aku lalu masuk ke dalam selimut, menariknya, lalu aku berbaring, dan menutup mata.
Apa kabar, Hari Esok? Semoga aku lenyap dari muka bumi, gumamku. Lalu aku benar- benar tertidur pulas.


Aku bangun dari tidur pukul tujuh lebih tiga puluh dua menit. Lalu aku bangkit dan segera mandi. Sebenarnya aku sama sekali tak berniat untuk memenuhi ajakan Rizky. Tapi entah apa yang mendorongku, akhirnya aku berangkat juga ke alun- alun (Taman Raflesia) pukul setengah sembilan.
Sesudah aku turun dari angkot 05, aku merasa menyesal datang ke alun- alun ini. Ku lihat Taman Raflesia ini sangat lenggang. Tapi ku langkahkan juga kakiku menyusuri taman.
Deg.
Hatiku merasa tertohok ketika ku lihat suatu pemandangan di sudut timur taman ini. Ku lihat tiga orang yang ku kenal sedang tertawa terbahak- bahak di bawah pohon beringin kecil. Mereka terlihat sangat akrab dan aku merasa sangat iri.
Air mataku mulai menitik. Tanpa menunggu air mataku membanjir, aku berbalik dari mereka dan beranjak pergi. Baru beberapa langkah kakiku terayun, seseorang dari mereka memanggilku.
“Tesa, sini!”
Leni. Itu pasti suara Leni. Aku lalu menghentikan langkahku.
“Mau kemana lagi sih, Sa? Masa jauh- jauh datang kesini, kamu langsung pulang lagi,” Yessi menyahut.
Dilema mulai membayangi langkahku.
“Gabung yuk! Kita masih punya sesuatu yang mesti kita obrolkan bersama,” bisik Leni disampingku.
Aku terkejut mendengar ajakan Leni. Sejak kapan ia berdiri di sampingku? Tanpa minta persetujuanku, Leni menarik lenganku ke bawah pohon beringin kecil, tempat mereka bercengkrama tadi. Lalu dengan tak sopannya, Leni mendudukanku di samping Rizky.
“Apa kabar, Sa?” Yessi menyapaku lagi.
“Baik, Kataku lemah sambil menunduk.
“Kamu kurusan Sa, diet ya?” tuding Leni sambil cekikikan.
Sebenarnya aku ingin mencekik Leni kala mendengar gurauannya barusan, tapi aku hanya diam saja. Dan ku lihat, Rizky juga semendung aku. Dari tadi dia terus menunduk dan tak berkomentar apa- apa.
“To the point saja deh, tak enak diam- diaman begini kayak di kuburan saja. Haha,” Yessi lalu tertawa ditimpali Leni. Mungkin mereka geli melihat kecanggunganku. Sial!
“Aku tak tahu harus ngomong apa,” kataku memberanikan diri. Lalu suasana jadi hening ketika mereka mendengarku bicara.
“Aku hanya ingin kalian memaafkanku dan kita bersama- sama lagi. Karena jujur saja, hidupku tanpa kalian aku merasa bukan diriku sendiri,” aku mulai tergugu.
“Aku tak mengerti kenapa kalian jadi memusuhiku dan selalu berusaha menghindariku. Padahal apa salahku? Kalian harusnya menyalahkan orang plin- plan yang sekarang sednag duduk di sampingku! Kenapa kalian lakukan ini padaku?’ ku tutup mukaku dengan kedua telapak tangan.
Lalu aku merasa tubuhku dipeluk oleh Leni dan Yessi. Ya Tuhan, inilah saat-saat yang selalu aku nantikan selama ini.
“Maafkan kami ya! Saat itu kami sedang gelap mata saja, jadi kami masih belum bisa membedakan siapa yang salah,” ucap Yessi.
“Tapi sekarang kalian sudah menyadari kan bahwa aku tak salah?” ucapku lirih.
“Ya, aku tahu Rizky yang salah. Saat itu aku juga sangat membencinya waktu dia bilang dia suka sama kamu, padahal jelas- jelas dia PDKT sama aku. Katanya dia tiba- tiba jatuh cinta sama kamu waktu kamu marah besar ke dia karena selalu dicuekin sama aku dan Rizky. Aneh sih, tapi itulah kenyataannya,” cerocos Leni panjang lebar.
“Tapi ternyata dia beneran cinta sama kamu, Sa. Kita sudah membuktikannya lho,” timpal Yessi menggodaku.
“Sudah ah, ngebahas ini tak penting lagi. Yang penting kan kita sekarang sudah baikan lagi. Horee!!” aku kegirangan sambil merangkul kedua sahabatku erat- erat.
Ku lihat Rizky semakin tertunduk dalam. Dan tiba- tiba Yessi melepaskan rangkulanku sambil berkata,” Jangan gitu dong, Sa! Risky kan sebentar lagi masuk gank kita.”
“Maksudnya apa sih?” selidikku.
“Dia kan sebentar lagi jadi pacar kamu, otomatis dong dia masuk ke gank kita. Cieee,” Leni menggodaku lagi.
“Ya Tuhan, jangan bicarakan masalah ini lah, nanti mood aku hilang lagi. Lagian mana mau aku pacaran sama dia. Sudah merusak persahabatan kita, membuat aku menderita, apa lagi sih maunya?” protesku tanpa belas kasihan.
“Tapikan dia beneran cinta lho sama kamu, Sa,” ucap Leni sungguh- sungguh.
“Halloo!!! Hari gini mau nyomblangin orang, kan kau sendiri yang suka sama dia. Kenapa aku jadi sasarannya?”
“Ah, itu masa lalu. Kan sekarang aku sudah punya Ayang Deni. Hahaha. Lagian sekarang aku juga sudah mengikhlaskannya kok kalau kamu sama risky beneran jadian.
Awalnya aku sama Yessi juga menyangka kalau Rizky suka sama kamu hanya suka sesaat saja. Tapi waktu kita Inagurasi kemarin dan kita jadi panitia. Malam- malam waktu dia lagi tidur di tenda, Rizky mengigau begini,” Sa, Tesa, aku suka sama kamu. Percayalah padaku, Tesa Sayang!” Hahaha,” Leni mempraktekannya dengan saya yang lebay sekali.
“Mana ada sih Sa, orang yang tidak benar- benar cinta sampai mengigaukan nama kamu waktu dia lagi tidur, orang mengigau kan tak pernah bohong. Betulkan, Ky? Rizky, ngomong dong! Masa jadi patung saja sih dari tadi?” Yessi menggoda Rizky.
Aku hanya tersenyum kecut. Masa sih Rizky memanggil namaku dalam tidurnya? Mustahil sekali.
“Iya, Sa. Aku sangat suka sama kamu,” aku Rizky.
Ku rasakan pipiku memanas dan mungkin sekarang sudah bersemu merah. Tanganku juga serasa sudah membeku saking dinginnya. Norak. Kenapa sih aku jadi norak begini? Apa aku sebenarnya juga suka ya sama Rizky. Oh, tidak mungkin. TIDAK MUNGKIN.
“Cieee!! Pipinya merah, Ky. Berarti dia punya perasaan sama lho ke kamu,” goda Leni. Sialan!
“Tidak, tidak, tidak, itu bohong kok. Sorry Ky, aku sama sekali tidak menyukaimu. Malahan aku sangat membencimu. Jadi menjauh deh dari aku, sana! Sana! Sana!” aku berbicara dengan intonasi yang cepat sekali.
“Bohong Ky, tangannya dingin begini. Berarti dia lagi deg- degan sekarang,” bisik Yessi keras- keras.
Lalu Yessi dan Leni lari terbirit- birit meninggalkanku dan Rizky hanya berduaan saja. Aku lalu bersiap- siap mengejar mereka. Tapi tiba- tiba Rizky sudah menggenggam tanganku yang dingin. Oh no!!!
“Aku tahu kok Sa, kamu juga menyimpan rasa yang sama padaku. Mungkin karena waktu ini terlalu cepat dan tiba- tiba, kamu jadi belum siap menerimanya. Tapi Sa, aku akan menunggumu sampai suatu saat nanti kamu benar- benar siap mengakui bahwa kamu juga mencintaiku,” kata Rizky sambil tersenyum manis sekali padaku.
Oh God, mati aku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar