Sabtu, 15 Oktober 2011

Pemerintahan Negara Indonesia Pasca Reformasi dalam Persfektif Pancasila

        Pemerintahan reformasi berawal dari jatuhnya kepemimpinan orde baru yaitu masa kepresidenan Soeharto. Setelah itu digantikan oleh BJ. Habibi, H.Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, lalu Susilo Bambang Yudoyono yang menjabat dua periode kepresidenan.
       Sejak dahulu, bangsa Indonesia sudah memegang teguh ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Namun baru pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia meresmikan bahwa ideologi Pancasila dijadikan panutan sebagai Ideologi negara.
      Namun seiring bertambahnya usia kemerdekaan, nilai- nilai luhur Pancasila mulai luntur. Warga Indonesia mulai enggan melirik Pancasila sebagai falsafah hidupnya. Tentu hal ini sangat memprihatinkan melihat Indonesia terus mengagung- agungkan Pancasila sebagai ideologi terbaik, tapi kenyataannya tak ada pengamalan.
       PANCASILA
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
        Ketuhanan yang Maha Esa. Rupanya banyak warga Indonesia yang mulai menganggap aspek ketuhanan tidak penting lagi dalam hidupnya. Terbukti semakin kesini banyak WNI yang menganut ajaran atheis atau tak beragama. Jelas hal ini sangat tidak sesuai dengan sila pertama. Pemerintah jangan tinggal diam saja menanggapinya. Masyarakat harus gencar diberi penyuluhan bahwa aspek keagamaan sangat dibutuhkan dalam kehidupannya sehari- hari.
      Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sebenarnya untuk sila ini, Indonesia masih belum bisa merealisasikannya. Contohnya praktek Nepotisme. Sampai sekarangpun Nepotisme masih dilestarikan di Indonesia. Hali ini tentu saja tak bisa disangkal oleh siapapun. Coba lihat ke perusahaan atau instansi pemerintah, seseorang yang punya koneksi di lembaga itu akan sangat mudah mendapat kerja dibanding dengan seseorang yang melamar kerja seorang diri dan tanpa koneksi. Sungguh, keadilan tak tergambar sama sekali disini.
      Persatuan Indonesia. Agaknya persatuan Indonesia tak bertambah erat meski sudah 56 tahun meneguk kemerdekan. Perpecahan mulai menampakan diri secara terang- terangan di tubuh nusantara. Contoh terbaru yaitu konflik Ambonpada ahad, 11 september 2011. Konflik yang dipicu SMS provokator yang isinya seorang tukang ojeg bernama Darfing Saiman mati dibunuh ketika mengantar seorang penumpang pada sabtu malam. Sebuah konflik yang dipicu hal sepele ini mampu memnghasilkan pertikaian yang memakan korban. Sungguh, persatuan tak tersirat sedikitpun. Malahan Ambon pernah dipicu konflik pada januari 1999. Kita sebagai warga Indonesia ternyata harus berintrofeksi diri menyadari kesalahan dan meningkatkan persatuan sebagai sebuah kesatuan agar negara tercinta ini tetap ada dan semakin berjaya.
        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Bijaksana bukan berarti semua aspek harus dapat perlakuan sama rata, tapi arti kebijaksanaan yang sebenarnya adalah menempatkan diri sesuai dengan tempatnya / memperlakukan sesuatu dengan semestinya ia diperlakukan.
      Sila yang ke-4 ini jelas menyuratkan bahwa rakyat Indonesia harus dipimpin oleh pemimpin yang bijaksana. Dan untuk menghasilkan kesejahteraan rakyat, pemimpin harus bermusyawarah dengan perwakilan rakyat untuk menghasilkan mufakat keputusan yang tentunya bermanfaat untuk kehidupan bangsa.
      Tapi masalahnya sekarang adalah tidak adanya niat bakti tulus dari sebagian besar para tetinggi negara. Tentu saja fakta ini membawa keterpurukan Indonesia semakin dalam lagi. Karena sekarang para tetinggi negara yang tugasnya memperjuangkan aspirasi rakyat malah memperjuangkan kesenangannya sendiri.
      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jelas bercermin dari keadaan sila ke-4 yang tak terealisasikan, sila ke-5 pun tak bisa ditegakkan. Bagaimana keadilan bisa terwujud jika rakyat tidak dipimpin secara adil?
Memang majunya sebuah negara akan terjadi jika ada hubungan kerjasama antara pemerintah dan rakyat dalam membangun negara. Kita sebagai rakyat tentu tak punya hak untuk menyalahkan pemerintah secara terus- menerus, kita sebagai rakyat juga harus ikut berjuang menegakan keadilan. Tapi langkah baiknya jika hati para tetinggi negara luluh melihat kondisi negara yang hampir ambruk, karena keadilan akan berkembang pesat jika mereka ikut bekerja sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar